T
|
awuran antarpelajar bukan hanya terjadi baru-baru ini. Aksi
serupa telah terjadi sejak dulu dan kini semakin brutal hingga menimbulkan
korban jiwa. Maka, untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan perbaikan
menyeluruh bukan hanya di tingkat para siswa saja.
Demikian diungkapkan Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Musni Umar. "Sebenarnya masalah ini sudah cukup lama tapi pihak sekolah dan masyarakat tidak mau tahu. Waktu ada tawuran hingga bunuh-bunuhan, baru semua mata terbuka. Namun, selagi akar masalah tidak terselesaikan, maka masalahnya tidak akan selesai," ujar Musni, Kamis (27/9/2012).
Musni menyebutkan, ketika pernah menjadi anggota komite di SMA 70 dia pernah mengusulkan kepada pihak sekolah untuk melakukan penelitian guna mencari akar masalah mengenai perselisihan antara SMA 6 dan SMA 70. "Namun, kepala sekolah tidak menyetujui usulan tersebut dengan alasan dana yang dibutuhkan untuk menelitian cukup besar, yakni Rp40 juta," katanya.
Menurut Musni, ada tiga hal yang memiliki pengaruh dalam munculnya aksi tawuran antarpelajar. "Pertama, lingkungan rumah tangga. Kedua orangtua yang sibuk membuat anak-anak tumbuh dalam suasana kesepian. Sementara di sekolah, dia juga tidak menemukan ketenangan dan kehidupan yang optimis untuk mencapai masa depan di sekolah," tuturnya.
Dia menilai, saat ini mata pelajaran yang diajarkan di sekolah hanya memprioritaskan kualitas akademik dan lupa menanamkan nilai-nilai budi pekerti maupun toleransi. "Siswa diberikan mata pelajaran yang berat dan kesuksesan pelajar diukur oleh nilai Ujian Nasional (UN)," pungkas Musni.
Kedua, lanjut Musni, dari sisi sekolah. Dia menyatakan, saat ini guru-guru hanya bertindak sebagai karyawan bukan pendidik sehingga tidak ada pembinaan dan pendekatan di luar pelajaran. "Inilah yang mungkin menjadi perbedaan antara sekolah berlatar belakang agama dengan sekolah negeri," imbuhnya.
Faktor ketiga, ungkapnya, adalah masyarakat. Selama tidak mengganggu kepentingan mereka, maka masyarakat akan acuh terhadap tawuran. "Tapi kalau ada yang meninggal baru tersadarkan bahwa aksi tersebut berbahaya dan harus dihentikan," tandasnya.
Oleh karena itu, ujar Musni, perlu ada kerjasama antara ketiga pihak tersebut untuk dapat menghentikan aski serupa. "Dicari akar masalahnya kemudian diselesaikan bersama-sama," papar Musni.
Demikian diungkapkan Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) Musni Umar. "Sebenarnya masalah ini sudah cukup lama tapi pihak sekolah dan masyarakat tidak mau tahu. Waktu ada tawuran hingga bunuh-bunuhan, baru semua mata terbuka. Namun, selagi akar masalah tidak terselesaikan, maka masalahnya tidak akan selesai," ujar Musni, Kamis (27/9/2012).
Musni menyebutkan, ketika pernah menjadi anggota komite di SMA 70 dia pernah mengusulkan kepada pihak sekolah untuk melakukan penelitian guna mencari akar masalah mengenai perselisihan antara SMA 6 dan SMA 70. "Namun, kepala sekolah tidak menyetujui usulan tersebut dengan alasan dana yang dibutuhkan untuk menelitian cukup besar, yakni Rp40 juta," katanya.
Menurut Musni, ada tiga hal yang memiliki pengaruh dalam munculnya aksi tawuran antarpelajar. "Pertama, lingkungan rumah tangga. Kedua orangtua yang sibuk membuat anak-anak tumbuh dalam suasana kesepian. Sementara di sekolah, dia juga tidak menemukan ketenangan dan kehidupan yang optimis untuk mencapai masa depan di sekolah," tuturnya.
Dia menilai, saat ini mata pelajaran yang diajarkan di sekolah hanya memprioritaskan kualitas akademik dan lupa menanamkan nilai-nilai budi pekerti maupun toleransi. "Siswa diberikan mata pelajaran yang berat dan kesuksesan pelajar diukur oleh nilai Ujian Nasional (UN)," pungkas Musni.
Kedua, lanjut Musni, dari sisi sekolah. Dia menyatakan, saat ini guru-guru hanya bertindak sebagai karyawan bukan pendidik sehingga tidak ada pembinaan dan pendekatan di luar pelajaran. "Inilah yang mungkin menjadi perbedaan antara sekolah berlatar belakang agama dengan sekolah negeri," imbuhnya.
Faktor ketiga, ungkapnya, adalah masyarakat. Selama tidak mengganggu kepentingan mereka, maka masyarakat akan acuh terhadap tawuran. "Tapi kalau ada yang meninggal baru tersadarkan bahwa aksi tersebut berbahaya dan harus dihentikan," tandasnya.
Oleh karena itu, ujar Musni, perlu ada kerjasama antara ketiga pihak tersebut untuk dapat menghentikan aski serupa. "Dicari akar masalahnya kemudian diselesaikan bersama-sama," papar Musni.
Setelah banyak kejadian tawuran antar siswa dan
mengakibatkan kematian Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad
Nuh menegaskan, para pelajar yang melakukan aksi tawuran akan dikenakan sanksi.
"Pasti akan dikenakan sanksi bagi siswa yang ikut tawuran. Namun bentuknya belum ditentukan," kata M Nuh di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2012).
Sementara, sanksi untuk pihak sekolah, kata M Nuh, masih belum dipastikan akan diberikan atau tidak. "Kami harus selidiki dahulu, apakah benar aksi ini karena kelalaian pihak sekolah atau tidak," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dunia pendidikan Tanah Air masih diwarnai aksi kekerasan dan tawuran. Senin 24 September 2012, aksi tawuran antara SMAN 6 dan SMAN 70 menewaskan seorang siswa SMA 6 Alawy. Sementara itu, tadi siang seorang pelajar SMK Yake Kampung Melayu Deny Yanuar tewas dalam aksi tawuran dengan SMK Kartika Zeni.
"Pasti akan dikenakan sanksi bagi siswa yang ikut tawuran. Namun bentuknya belum ditentukan," kata M Nuh di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (26/9/2012).
Sementara, sanksi untuk pihak sekolah, kata M Nuh, masih belum dipastikan akan diberikan atau tidak. "Kami harus selidiki dahulu, apakah benar aksi ini karena kelalaian pihak sekolah atau tidak," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, dunia pendidikan Tanah Air masih diwarnai aksi kekerasan dan tawuran. Senin 24 September 2012, aksi tawuran antara SMAN 6 dan SMAN 70 menewaskan seorang siswa SMA 6 Alawy. Sementara itu, tadi siang seorang pelajar SMK Yake Kampung Melayu Deny Yanuar tewas dalam aksi tawuran dengan SMK Kartika Zeni.
Tidak hanya MENDIKBUD yang menyesalkan akan kejadian ini Ketua Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) Marzuki Alie juga merasa prihatin dengan maraknya aksi
tawuran antarpelajar. Menurutnya, potensi tawuran tersebut sebenarnya bisa
diminimalisir dengan memberikan kurikulum pendidikan yang tepat.
"Nyawa kok buat main-main. Sistem apapun tidak akan ngaruh kalau kurikulumnya tidak memberi kecerdasan yang lengkap," kata Marzuki kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (28/9/2012).
Marzuki menyarankan, di dalam kurikulum pendidikan tersebut hendaknya juga dicantumkan perihal muatan sosial bagi seluruh pelajar. Hal ini dirasa akan mampu berdampak positif bagi perkembangan pelajar.
"Kurikulum tidak memberikan pendidikan yang lengkap, hanya intelektual, spiritual dan sosial tidak diberikan," tutur Marzuki. Seperti yang diketahui dari data yang dihimpun Polda Metro Jaya, dari sebelas kasus tawuran yang terjadi, lima orang pelajar menjadi korban.
"Nyawa kok buat main-main. Sistem apapun tidak akan ngaruh kalau kurikulumnya tidak memberi kecerdasan yang lengkap," kata Marzuki kepada wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (28/9/2012).
Marzuki menyarankan, di dalam kurikulum pendidikan tersebut hendaknya juga dicantumkan perihal muatan sosial bagi seluruh pelajar. Hal ini dirasa akan mampu berdampak positif bagi perkembangan pelajar.
"Kurikulum tidak memberikan pendidikan yang lengkap, hanya intelektual, spiritual dan sosial tidak diberikan," tutur Marzuki. Seperti yang diketahui dari data yang dihimpun Polda Metro Jaya, dari sebelas kasus tawuran yang terjadi, lima orang pelajar menjadi korban.
Selain itu Seto Mulyadi yang akrab di panggil kak Seto juga
prihatin akan maraknya “budaya” tawuran ini, Pengamat anak, Seto Mulyadi,
menilai, kekerasan dan tawuran yang dilakukan para pelajar saat ini,
dikarenakan penekanan terhadap pendidikan spiritual sudah mulai dilupakan oleh
orang tua.
"Saat ini orang tua hanya menekankan kepada rangking, ujiannya berapa, tanpa mengajarkan bentuk-bentuk keteladanan," kata Kak Seto panggilan akrab Seto Mulyadi, Sabtu (29/9/2012).
Padahal, kata dia, dalam visi pendidikan Indonesia pertama kali yang diterapkan etika, kemudian estetika. Kak Seto mengatakan etika seperti keteladanan yang akan membuat pelajar menjauhi tindakan-tindakan kekerasan.
"Untuk estetika contoh berbicara sopan santun, dapat melatih anak untuk menjadi pribadi yang baik," tuturnya.
Menurutnya tidak adanya keteladanan dilingkungan remaja saat ini, sudah diakui oleh mereka ketika kongres anak pada Hari Anak Nasional lalu.
Lebih lanjut, Kak Seto mengatakan untuk mengatasi mulai terkikisnya keteladanan dikalangan pelajar perlu dibuat suatu kurikulum akademik yang mengedepankan keteladanan.
"Mereka harus mendapatkan pendidikan keteladanan agar aksi kekerasan dan tawuran pelajar dapat hilang," imbuhnya.
Sebelumnya, Fitrah Ramadhani alias Doyok (19), pelaku pembacokan Alawy pelajar SMA 6, hanya tertawa saat ditanya soal salat oleh anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Hamidah Abdurracman.
Selain itu, Fitrah juga mengaku tidak kenal dengan korban yang dibacoknya dalam aksi tawuran SMA 70-SMA 6 di Bulungan, Jakarta, Senin, 24 September 2012 lalu. Fitrah hanya berniat untuk menakut-nakuti Alawy
"Saat ini orang tua hanya menekankan kepada rangking, ujiannya berapa, tanpa mengajarkan bentuk-bentuk keteladanan," kata Kak Seto panggilan akrab Seto Mulyadi, Sabtu (29/9/2012).
Padahal, kata dia, dalam visi pendidikan Indonesia pertama kali yang diterapkan etika, kemudian estetika. Kak Seto mengatakan etika seperti keteladanan yang akan membuat pelajar menjauhi tindakan-tindakan kekerasan.
"Untuk estetika contoh berbicara sopan santun, dapat melatih anak untuk menjadi pribadi yang baik," tuturnya.
Menurutnya tidak adanya keteladanan dilingkungan remaja saat ini, sudah diakui oleh mereka ketika kongres anak pada Hari Anak Nasional lalu.
Lebih lanjut, Kak Seto mengatakan untuk mengatasi mulai terkikisnya keteladanan dikalangan pelajar perlu dibuat suatu kurikulum akademik yang mengedepankan keteladanan.
"Mereka harus mendapatkan pendidikan keteladanan agar aksi kekerasan dan tawuran pelajar dapat hilang," imbuhnya.
Sebelumnya, Fitrah Ramadhani alias Doyok (19), pelaku pembacokan Alawy pelajar SMA 6, hanya tertawa saat ditanya soal salat oleh anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Hamidah Abdurracman.
Selain itu, Fitrah juga mengaku tidak kenal dengan korban yang dibacoknya dalam aksi tawuran SMA 70-SMA 6 di Bulungan, Jakarta, Senin, 24 September 2012 lalu. Fitrah hanya berniat untuk menakut-nakuti Alawy
Lebih parah tawuran di daerah Depok sudah naik tingkat menggunakan
bom MOLOTOV Dalam dua pekan, sedikitnya terdapat tiga pelajar tewas dalam
aksi tawuran. Satu di antaranya terjadi di Depok, Jawa Barat dengan korban
bernama Dedi Triyudha, siswa SMK Baskara.
Kapolres Depok Kombes Pol Mulyadi Kaharni mengatakan saat ini tawuran memang sedang meluas dan memancing pelajar lain untuk ikut–ikutan. Hal itu, kata Mulyadi, semakin meresahkan masyarakat khususnya para orang tua.
“Ini memang musim tawuran, jangan jadi contoh tempat–tempat lain, meluas melebar, tak hanya kepolisian yang dibuat repot, masyarakat juga menjadi resah,” jelasnya kepada wartawan di Polresta Depok, Jumat (28/09/12).
Mulyadi menambahkan kualitas tawuran pelajar di Depok bahkan semakin naik. Dikatakan Mulyadi, dibanding bulan Januari-Juli 2012, kasus tawuran pada bulan Agustus-September mengalami peningkatan. Selain kuantitas, secara kualitas pun meningkat.
Ini terlihat dari adanya korban jiwa, banyaknya membawa senjata tajam berbagai jenis, membawa benda tajam lainnya yang dapat melukai, seperti gir pompa listrik dan gir motor kecil serta bom molotov.
"September ini musim tawuran. Tawuran itu terjadi karena warisan dari senior para pelajar tersebut. Sebagai antisipasi kami akan rutin melakukan patroli dan menempatkan petugas di wilayah yang rawan tawuran," paparnya.
Mulyadi menambahkan bahwa pemilik warung yang sering dijadikan tempat nongkrong para pelajar dan penempatan senjata tajam tidak bisa ditangkap. Karena umumnya pemilik warung itu tidak tahu dan tidak akan mengizinkan pelajar itu menitipkan senjata tajam.
"Warung – warung sudah kita sweeping, yang biasa menjadi tempat persembunyian senjata tajam, tapi pemilik warung juga tak tahu dititipkan, delapan tersangka pelajar yang terlibat tawuran dijerat dengan KUHP, kalau UU Perlindungan Anak (PA) hanya mengatur anak–anak yang menjadi korban, bukan pelaku. Tersangka kami tahan di tahanan anak Polsek Beji, dan rutan anak Polsek Cimanggis,” tandasnya.
Kapolres Depok Kombes Pol Mulyadi Kaharni mengatakan saat ini tawuran memang sedang meluas dan memancing pelajar lain untuk ikut–ikutan. Hal itu, kata Mulyadi, semakin meresahkan masyarakat khususnya para orang tua.
“Ini memang musim tawuran, jangan jadi contoh tempat–tempat lain, meluas melebar, tak hanya kepolisian yang dibuat repot, masyarakat juga menjadi resah,” jelasnya kepada wartawan di Polresta Depok, Jumat (28/09/12).
Mulyadi menambahkan kualitas tawuran pelajar di Depok bahkan semakin naik. Dikatakan Mulyadi, dibanding bulan Januari-Juli 2012, kasus tawuran pada bulan Agustus-September mengalami peningkatan. Selain kuantitas, secara kualitas pun meningkat.
Ini terlihat dari adanya korban jiwa, banyaknya membawa senjata tajam berbagai jenis, membawa benda tajam lainnya yang dapat melukai, seperti gir pompa listrik dan gir motor kecil serta bom molotov.
"September ini musim tawuran. Tawuran itu terjadi karena warisan dari senior para pelajar tersebut. Sebagai antisipasi kami akan rutin melakukan patroli dan menempatkan petugas di wilayah yang rawan tawuran," paparnya.
Mulyadi menambahkan bahwa pemilik warung yang sering dijadikan tempat nongkrong para pelajar dan penempatan senjata tajam tidak bisa ditangkap. Karena umumnya pemilik warung itu tidak tahu dan tidak akan mengizinkan pelajar itu menitipkan senjata tajam.
"Warung – warung sudah kita sweeping, yang biasa menjadi tempat persembunyian senjata tajam, tapi pemilik warung juga tak tahu dititipkan, delapan tersangka pelajar yang terlibat tawuran dijerat dengan KUHP, kalau UU Perlindungan Anak (PA) hanya mengatur anak–anak yang menjadi korban, bukan pelaku. Tersangka kami tahan di tahanan anak Polsek Beji, dan rutan anak Polsek Cimanggis,” tandasnya.
Berikut data tawuran yang terjadi di tahun ini:
1. Tawuran di Jalan Matraman Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tanggal 19 April 2012. Korban Guntur (17) dan Harzan Saparta (17).
2. Tawuran di Jalan Ampera RT 03/05 Bekasi Timur, Kota Bekasi, tanggal 3 Mei 2012. Korban Bayu Dwi Kurniawan (16) meninggal dunia, Rahman Aldi (17) dan Muhaji Adenan (16).
3. Keributan antar mahasiswa di Jalan Diponegoro depan kampus UPI YAI dan kampus UKI, Jakarta Pusat tanggal 5 Mei 2012. Ada mahasiswa UKI yang mengendarai sepeda motor melawan arus kemudian diteriaki saat di depan kampus YAI, karena tidak terima mahasiswa UKI masuk ke dalam kampus YAI.
4. Keributan antar mahasiswa di Kampus UKI dan YAI Jalan Diponegoro Senen, Jakarta Pusat tanggal 8 Mei 2012. Keributan terjadi antara kedua belah pihak dengan saling melempar batu dan bom molotov.
5. Tawuran mahasiswa di Jalan Diponegoro, Senen, Jakarta Pusat tanggal 9 Mei 2012. Korban dua orang. Massa dari mahasiswa UKI sekitar 50 orang dan YAI sekitar 300 orang.
6. Tawuran antar pelajar di Bundaran Bulungan, Kramat pela, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tanggal 29 Mei 2012. Korban lima pelajar SMAN 6 dan dua pelajar SMAN 70 dan anggota Patko Polres Jakarta Selatan.
7. Tawuran di Jalan Kramat Raya Senen, Jakarta Pusat tanggal 26 Juli 2012. Korban Roni (28). Korban berada di antara keributan antara pelajar SMA Budi Utomo dengan Santa Yoseph, saling ejek dan salah satu pelajar melempar air keras sehingga mengenai kaki korban di sebelah kanan.
8. Tawuran di Stasiun Panjang Buaran Duren Sawit, tanggal 29 Agustus 2012. Korban Jasuli (16) meninggal dunia. Korban sedang tawuran dengan pelajar lain. Tiba-tiba datang kereta api dari Jakarta arah Bekasi. Korban terseret kereta api dan mengalami luka di kepala.
9. Tawuran di Jalan Raya Sawangan perempatan Masjid Mampang Pancoran Mas Depok tanggal 12 September 2012. Korban Didik Triyuda (17) pelajar kelas 3 SMK Baskara meninggal dunia.
10. Tawuran di Jalan Mahakam (Bundaran Bulungan) Blok M Plaza Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tanggal 24 September 2012. Korban Alawi Yusianto Putra siswa SMAN 6 meninggal dunia, Ramdan Dimas siswa SMAN 6, dan Diaz Fahlevi siswa SMAN 6.
11. Tawuran di Jalan Paguyuban, Minangkabau, Manggarai, Jakarta Selatan tangga 26 September 2012. Korban Deni Yanuar (17) meninggal dunia.
OPINI
Marak sekali tawuran yang menurut
saya sudah “membudaya” dikalangan anak sma, Buat apa MATI KONYOL untuk masalah
yang gak jelas, sebenarnya mereka belum pantas untuk meneruskan ke perguruan
tinggi bahkan belum pantas untuk memakai seragam “putih-abu-abu” Tingkah
kekanak-anakan, Bahkan tidak hanya kalangan SMA tapi siswa SMP juga sudah doyan
tawuran, kasihan yang gag tahu apa-apa dia kena sasaran, saya berharap para”pembunuh
kecil” ini di tangkap dan diberi sanksi yang tegas, MENDIKBUD harus tegas dalam
menangani kasus ini, jangan Cuma sumpah saja, karena sumpah bisa di ingkari,
sumpah kepada Allah saja bisa di ingkarinya... W UCAPIN BUAT PECINTA TAWURAN... LO SAMPAH INDONESIA!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar